MADINA – Pertambangan pasir dan batu (Sirtu) secara tradisional yang dilakukan masyarakat di aliran sungai aek pohon, Kelurahan Pidoli Dolok, Kecamatan Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), membawa berkah bagi masyarakat. Tambang ini juga dinilai tidak menimbulkan kerusakan lingkungan.
Masyarakat penambang dalam mendapatkan material pasir dan batu menggunakan alat tradisional seperti sekop dan ban dalam mobil untuk mengantar pasir dari tengah sungai ke pinggiran.
Tambang pasir dan batu ini sudah menjadi bagian usaha tetap dalam menghidupi kebutuhan pangan keluarga bagi pekerja di Pidoli Dolok, dan wilayah lainnya di Kecamatan Panyabungan.
Seperti Muhammad Ali (44), seorang pekerja yang sehari-hari mengambil pasir dan batu mengaku sudah 7 tahun menggeluti pekerjaan itu.
“Dalam sehari bisa dua kubik pasir saya ambil di Aek Pohon ini. Saya jual perkubik Rp60 ribu di luar ongkos apabila diantar ke pembeli. Syukur Alhamdulillah usaha ini bisa menghidupi keluarga,” kata Ali, Kamis (30/1/2025).
Senada dengan pengakuan Sahirin, pasir dan batu yang ia ambil dari sungai Aek Pohon untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Penghasilan tidak banyak, namun cukup apabila digunakan untuk keluarga.
“Biasanya saya setiap hari menjual pasir 1 kubik, dibayar Rp70 ribu. Inilah pekerjaan yang saya geluti. 7 hingga 8 jam berendam di sungai demi untuk memenuhi nafkah keluarga,” ungkap Sahirin.
Tambang pasir dan batu secara tradisional ini merupakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Selain itu, tambang menggunakan alat tradisional ini dinilai tidak merusak lingkungan. Beda halnya tambang menggunakan alat berat, bisa merusak ekosistem sungai.
Penulis: Kholilah dan Nurmayanti/ Mahasiswa KPI STAIN Madina.