FPI Madina Kecam Tindakan Represif Polri Tangani Aksi 21-22 Mei

MohgaNews|Madina – Dewan Pimpinan Wilayah Front Pembela Islam (FPI) kabupaten Mandailing Natal (Madina) ikut mengecam tindakan represif yang dilakukan aparat keamanan pada saat aksi 21-22 Mei di Jakarta.

“Dari berbagai informasi ril yang kita terima, kita menyatakan sangat mengecam keras tindakan represif aparat Polri dalam penanganan aksi damai tersebut sehingga menghilangkan 7 nyawa. Mari buka mata, buka hati apakah tindakan Polri tersebut dapat diapresiasi?

β€œIni merupakan tragedi kemanusiaan dan pelanggaran HAM berat, bagaimana aparat dengan sewenang wenang memportontonkan arogansi dengan cara memukuli, membantai para korban yang sama sekali tak bersenjata” ujar Ketua FPI Madina ustadz M. Yusuf Batubara melalui siaran pers yang diterima MohgaNews, Senin (27/5)

Yusuf didampingi Sekretaris ustadz M. Amin Rangkuti menjelaskan, apapun alasannya aksi damai adalah ruh demokrasi dalam menyuarakan pendapat, berserikat, berkumpul dan dijamin oleh Undang-Undang.

Dan, aksi People Power hanya sebuah jargon yang tak ada kaitan dengan makar atau kudeta. Bahkan Jokowi juga pernah menggunakan istilah People Power dan dibukukan pada Pilpres 2014 untuk langkah antisipatif terhadap indikasi kecurangan Pemilu.

“Tindakan represif aparat Polri baik dari satuan Brimob atau Densus 88, dalam penanganan aksi tersebut tidak bisa ditolerir akal sehat. Hal ini bentuk pengingkaran terhadap kebebasan mimbar ekspresi. Perlu diketahui, bahwa senjata, peluru, pakaian Polri itu dibeli dari uang rakyat lewat Pajak. Jadi Polri jangan bermain api dengan berhadapan dengan rakyat dan membunuh rakyat sendiri” kecam ustadz Yusuf alumni Shalatiyah Makkah ini.

Yusuf menyarankan agar aparat Polri perlu banyak belajar dalam penanganan aksi damai sesuai SOP dan bukan dengan cara cara kekerasan dan petentengan memukuli rakyat sehingga tewas.

“Polri harus direformasi ulang sehingga kembali mendapatkan citra positif di mata publik. Kita minta kasus ini harus dibuka dengan terang benderang. Siapapun oknum aparat yang terlibat dalam penanganan kekerasan harus diseret ke pengadilan atau Mahmilub sebagai bentuk pertanggungjawaban moral, hirarki dan jabatan atas abused of power,” tegasnya. (MN-01/rel)